Selasa, 16 April 2019

Hati-hati Bekas Tinta Pemilu!



Ada beberapa dalil yang bisa dijadikan landasan tentang keharusan membasahi semua bagian dari anggota wudhu', dan wudhu' menjadi tidak sah bila tidak sampai basah.

1. Hadits Kuku Tidak Basah
Ada sebuah hadits Shahih riwayat Imam Muslim yang kita dapat dari jalur Umar bin Khatab radhiyallahuanhu. Diceritakan ada seorang shahabat berwudhu' tetapi begitu selesai, dia diminta kembali mengulangi wudhu'ntya oleh Rasulullah SAW. Hal itu karena ketika wudhu', ada satu kukunya yang tidak basah terkena air.
أَنَّ رَجُلًا تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى
Ada seseorang yang berwudhu lalu dia membiarkan seluah satu kuku di jari kakinya tidak terkena air. Rasulullah SAW memperhatikannya dan menyuruhnya, ”Kembali, ulangi wudhumu dengan baik.” Orang inipun mengulangi wudhunya, lalu dia shalat. (HR. Muslim). 
Hadits ini menunjukkan bahwa walau pun hanya meninggalkan satu kuku di ujung jari, tetapi kalau sampai tidak basah saat berwudhu', maka Rasulullah SAW memintanya untuk mengulanginya. 
Para ulama kemudian menarik kesimpulan bahwa alasan beliau SAW memerintahkan untuk mengulangi wudhu'nya karena wudhu'nya belum sah, ketika kukunya tidak ikut basah. Jadi kesimpulannya, ujung jari atau kuku wajib ikut dibasahi juga agar wudhu' menjadi sah hukumnya.
Ketika menjelaskan hadis Umar di atas, dalam kitab Syarah Shahih Muslim, Al-Imam An-Nawawi menjelaskan :
فِي هَذَا الْحَدِيث : أَنَّ مَنْ تَرَكَ جُزْءًا يَسِيرًا مِمَّا يَجِب تَطْهِيره لَا تَصِحّ طَهَارَته وَهَذَا مُتَّفَق عَلَيْهِ،
Dalam hadis ini terdapat kesimpulan bahwa orang yang meninggalkan sebagian anggota yang wajib dibasuh maka wudhunya tidak sah. Ini perkara yang disepakati. [1]
2. Hadits Punggung Kaki
Dalam riwayat yang lain, Al-Imam Ahmad bin Hanbal menceritakan sebuah hadits tentang orang yang ketika shalat, ada bagian dari kakinya seukuran koin uang dirham yang tidak sempat basah kena air sewaktu berwudhu'. Dan hal itu diketahui oleh Rasulullah SAW, yang kemudian memerintahkannya untuk mengulangi wudhu'nya. 
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا يُصَلِّي، وَفِي ظَهْرِ قَدَمِهِ لُمْعَةٌ، قَدْرُ الدِّرْهَمِ لَمْ يُصِبْهَا الْمَاءُ ” فَأَمَرَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُعِيدَ الْوُضُوءَ “
Rasulullah SAW melihat seseorang shalat, sementara di punggung kakinya ada selebar koin yang belum tersentuh air. Kemudian beliau menyuruh orang ini untuk mengulangi wudhunya. (HR. Ahmad).
Hadits ini menegaskan bahwa wudhu tidak sah, jika masih ada bagian anggota wudhu yang tidak terkena air, meski hanya seluas koin.
Hukum Tinta Pemilu

Sekarang yang jadi pertanyaan, bagaimana dengan tinta Pemilu? Apakah tinta Pemilu itu bersifat menutup dan menghalangi sampainya air ke ujung jari yang terwarnai itu?

Mari kita perhatikan baik-baik ketentuannya dan periksa langsung keadaannya. Memang dalam Peraturan No 16 tahun 2013 telah ditetapkan tentang Norma, Standar Kebutuhan Pengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014. “Tinta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan sertifikat halal dan tidak menghalangi air untuk keabsahan wudhu dari Majelis Ulama Indonesia,”

Kalau memang dalam kenyataannya, tinta tersebut tidak menghalangi air untuk keabsahan wudhu, maka masalahnya sudah selesai. Sebab keberadaan tinta itu sama sekali tidak menghalangi air, maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan.

Kondisinya mirip dengan orang yang memakai hinna' (حناء) atau pacar kuku, meski warna bertahan seterusnya pada kuku, tetapi sifatnya tidak membuat lapisan penghalang air. Dalam hal ini Al-Imam An-Nawawi rahimauhllah, dalam kitab fiqih mazhab Asy-Syafi'i, Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, menjelaskan :
ولو بقي على اليد وغيرها أثر الحناء ولونه  دون عينه  أو أثر دهن مائع بحيث يمس الماء بشرة العضو ويجري عليها لكن لا يثبت : صحت طهارته
Jika di tangan masih ada bekas pacar kuku, dan warnanya, namun zatnya sudah hilang, atau bekas minyak kental, dimana air masih bisa menyentuh kulit anggota wudhu dan bisa mengalir di kulit anggota wudhu, meskipun tidak tertahan, wudhunya sah. [2]
Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, tinta Pemilu bersifat seperti pacar kuku ini. Ada warnanya dan tidak mudah hilang, namun sifatnya tidak membuat lapisan yang menghalangi air wudhu'. Maka pertanyaan Anda terjawab sudah bahwa tinta itu aman dan tidak menghalangi wudhu'.

Kondisi Tertentu
Tetapi bisa saja terjadi pelanggaran dalam proyek pengadaannya. Kita tidak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi. Anggaplah misalnya ada yang menemukan bahwa tinta itu terbuat dari bahan yang setelah kering justru terbentuk semacam lapisan, sebagaimana cat minyak atau lem karet dan sejenisnya. 

Kalau hal ini memang benar terbukti, maka tinta ini jadi penghalang wudhu'. Tentu saja harus bersihkan dulu sebelum wudhu. Tujuannya biar lapisan yang menghalangi itu terkelupas. Biasanya kita menggunakan tinner atau sejenisnya untuk melelehkan lapisan itu.

Al-Imam An-Nawawi membedakan apabila warna itu terbuat dari zat yang sifatnya melapisi dan menghalangi.  
إذا كان على بعض أعضائه شمع أو عجين أو حناء وأشباه ذلك فمنع وصول الماء إلى شيء من العضو لم تصح طهارته سواء أكثر ذلك أم قل
Apabila sebagian anggota wudhu tertutup cat atau lem, atau kutek atau semacamnya, sebhingga bisa menghalangi air sampai ke permukaan kulit anggota wudhu, maka wudhunya batal, baik sedikit maupun banyak. (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, jilid 1 hal. 467). 
Semoga tidak terjadi pelanggaran dalam pengadaan tinta Pemilu. Dan kalau pun terjadi, insya Allah kita sudah tahu apa yang harus kita lakukan sebelum berwudhu'. Demikian penjelasan singkat ini semoga bermanfaat. Amin. 
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA 
------------------------------------------------------------------------
[1] Syarah Muslim karya an-Nawawi, jilid 3 hal. 132 
[2] Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, jilid 1 hal. 468

Tidak ada komentar:

Posting Komentar