Selasa, 16 April 2019

Syubhat-Syubhat Seputar Pemilu




SYUBHAT-SYUBHAT SEPUTAR PEMILU

Oleh : Ustadz Agus Susanto, Lc.

(Mahasiswa S2 Universitas Islam Madinah)

======

⚖Pokok Pembahasan Pertama: SYUBHAT-SYUBHAT SEPUTAR PEMILU

Bismillah Wa Sholatu Wa sallam 'Ala Rosulillah. Amma Ba'du...

Pemilu sebentar lagi tiba, seperti biasa seiring dekatnya waktu pemilu banyak diantara saudara-saudara kita yang gencar untuk menyerukan ummat untuk ikut serta dalam pesta demokrasi atau yang disebut dengan pemilu.

Mereka mencoba untuk mengerahkan segenap tenaga mereka untuk menggiring ummat kepada suatu keharaman, dengan memberikan beberapa syubhat untuk bisa mencapai apa yang mereka inginkan.

Sehingga kerusakan demi kerusakan tidak sedikit kita saksikan, yang ini semua bermula dari syubhat-syubhat yang dilontarkan oleh saudara-saudara kita dari kalangan yang mengaku menisbatkan diri kepada manhaj salaf.

Kalau dahulu syubhat-syubhat ini dilontarkan oleh kaum hizbiyyin dan pergerakan, akan tetapi kenyataan yang memilukan sekarang ini yang kita hadapi adalah saudara-saudara kita yang berada dalam satu naungan dalam manhaj salaf.

Berikut ini adalah syubhat-syubhat dari mereka yang bisa kita rangkup dalam tulisan ini.

1. SYUBHAT PERTAMA : “Anggapan bahwa ikut serta dalam pesta demokrasi atau pemilu ini berdasarkan fatwa ulama kibar semisal Syeikh Albani, Syeikh Ibnu Utsaimin, dan lainnya”

▶ TANGGAPAN PERTAMA :
Apakah dengan adanya fatwa ulama yang kalian bawakan bisa menjadikan sesuatu yang haram bisa menjadi boleh..???

 Sungguh menjadi suatu kenyataan yang memilukan sekarang ini banyak diantara ikhwah yang menjadikan fatwa-fatwa ulama seperti dalil , seakan-akan dengan adanya fatwa ulama tersebut kita bisa menjalankan apa yang sebelumnya haram. Padahal para ulama kita telah mengatakan:

أَقْوَالٌ أَهَّلَ العِلْمُ فَيَحْتَجُّ لَهَا وَلَا يَحْتَجُّ بِهَا

“Pendapat para ulama itu butuh dalil dan ia (pendapatnya) bukanlah dalil”.

Demikian juga para ulama dari masa kemasa telah mewasiatkan kepada kita agar kita tidak bertaqlid kepada mereka.

✅ Imam Malik berkata :

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أُخْطِئُ وَأُصِيبُ، فَاُنْظُرُوا فِي رَأْيِي، فَكُلُّ مَا وَافَقَ الكِتَابَ وَالسَّنَةَ، فَخُذُوهُ. وَكُلُّ مَا لَمْ يُوَافِقْ الكُتَّابُ وَالسَّنَةُ، فَاُتْرُكُوهُ

“Saya ini hanya seorang manusia, kadang salah dan kadang benar. Cermatilah pendapatku, tiap yang sesuai dengan Qur’an dan Sunnah, ambillah. Dan tiap yang tidak sesuai dengan Qur’an dan Sunnah, tinggalkanlah..” (Lihat Jami' Bayan Ilmi Wa Fadhlihi 2/32 oleh Ibnu Abdil Barr Dan Al-Ihkam Fi Ushul Al Ahkam oleh Ibnu Hazm 6/149).

✅ Imam Asy-Syafi’i berkata :

أَجْمَعُ النَّاسُ عَلَى أَنْ مَنْ اِسْتَبَانَتْ لَهُ سُنَّةُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلٍ أَحَدٌ مِنْ النَّاسِ

“Para ulama bersepakat bahwa jika seseorang sudah dijelaskan padanya sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak boleh ia meninggalkan sunnah demi membela pendapat siapapun”. (Lihat Al I’lam 2/361 oleh Ibnul Qayyim).

✅ Imam Abu Hanifah berkata :

لَا يُحِلُّ لِأَحَدٍ أَنْ يَأْخُذَ بُقُولَنَا، مَا لَمْ يَعْلَمْ مِنْ أَيْنَ أَخَذْنَاهُ

“Tidak halal bagi siapapun mengambil pendapat kami, selama ia tidak tahu darimana kami mengambilnya (dalilnya)”. (Lihat Hasyiah Ibnu ‘Abidin 6/293).

✅ Imam Ahmad bin Hambal berkata :

لَا تُقَلِّدُنِي، وَلَا تُقَلِّدُ مَالِكًا، وَلَا الشافعي، وَلَا الأوزاعي، وَلَا الثَّوْرِيُّ، وَخُذْ مِنْ حَيْثُ أَخَذُوا

“Jangan taqlid kepada pendapatku, juga pendapat Malik, Asy Syafi’i, Al Auza’i maupun Ats Tsauri. Ambilah darimana mereka mengambil (dalil)”. (Lihat 'Ilamul Muwaqi'in 2/302 oleh Ibnul Qayyim).

Kalau saja para imam diatas telah mengatakan perkataan tersebut, maka orang yang setelahnya lebih berhak untuk tidak taqlid.

▶ TANGGAPAN KEDUA :
Para Ulama yang telah membawakan fatwa akan bolehnya ikut serta dalam pemilu mereka semua memberikan fatwa dalam rangka untuk memperkecil kerusakan, bukan pembolehan secara mutlak.

Karena memang hukum asal dalam pemilu ini adalah haram, dan tidaklah kita dibenarkan untuk melakukan sesuatu yang haram kecuali dalam keadaan yang benar-benar terpaksa.

Sayangnya sekarang ini banyak ikhwah yang sudah melampaui batas dalam memakai fatwa ulama tersebut.

Sampai-sampai mereka menjadikan fatwa-fatwa tersebut untuk mengikuti hawa nafsu dan ambisi mereka, dan membolehkan segalanya yang para ulama tidak berfatwa seperti itu.

Sebagai suatu contoh, ada sebagaian kalangan dari yang membawakan fatwa itu untuk bolehnya kampanye dengan diiringi sesuatu yang diharamkan seperti ikhtilath, musik, dan lainnya.

Adalagi yang membawakan fatwa-fatwa ulama itu untuk bergabung dalam politik praktis. Padahal ulama-ulama yang mereka bawakan fatwanya tidak ada yang membenarkan apa yang mereka lakukan. Maka lihatlah bagaimana jauhnya fatwa-fatwa ulama tersebut dengan apa yang dilakukan oleh sebagian diantara mereka. Fa'tabiruu ya Ulil Abshar...

▶ TANGGAPAN KETIGA :
Bahwa fatwa-fatwa ulama tersebut terikat dengan kaidah “Irtikab Akhfaffu dharrain”. Yang mana kaidah ini mempunyai dhowabit yang tidak diperhatikan oleh mereka para penyeru intikhobaat (pemilu).

Dan sudah kita jelaskan dhowabit tersebut disini : http://bit.ly/2V1tZvS

▶ TANGGAPAN KEEMPAT :
Adapun terkait dengan fatwa Syeikh Al-Albani maka kita katakan :

1. Syeikh Al-Albani pada hakikatnya beliau tidak membolehkan pemilu ini hal ini sebagaimana dikatakan oleh Syeikh Muqbil dalam bukunya “Hurmatul Intikhobat” : “Aku mencoba untuk menghubungi Syeikh lewat telepon dan aku katakan: kenapa engkau membolehkan pemilu?", Maka syeikh menjawab: " aku tidak membolehkannya, akan tetapi ini hanya dalam bab “irtikab akhfu dhrarain ”".

2. Syeikh Salim bin 'ied Al-Hilaly (murid senior Seyikh Al-Albani) mengatakan: “Sungguh telah datang surat dari Syeikh Muqbil terkait pemilu yang ini ditandatangani oleh Syeikh Al-Albani sendiri untuk tidak ikut masuk dalam intikhobat (pemilu) dan karena hal ini hanyalah jalan Syaithan dan hanya jalan untuk meninggikan kalimat bathil, dan ini bukanlah jalan untuk meninggikan kebenaran atau kalimat Allah.” (Dinukil dari kaset soal jawab seorang thalib yaman kepada murid-murid Syeikh Albani)

3. Syeikh Al-Albani sendiri ketika ditanya tentang pemilu yang akan diadakan di Amerika dengan alasan kaidah “irtikab Akhaffau dhararain” beliau menjawab akan tidak bolehnya. Lihat lengkapnya disini https://youtu.be/nLlAR5CENgA

▶ TANGGAPAN KELIMA:
Adapun terkait dengan fatwa Syeikh Utsaimin maka perlu diketahui bahwa Syeikh sendiri mempunyai fatwa untuk tidak bolehnya bergabung dengan partai yang memang disana terdapat para pelaku bid'ah. Silahkan disimak disini https://youtu.be/5D52dWkyFM8

 +++

2. SYUBHAT KEDUA : Perkataan mereka: “Bahwa orang yang ikut pemilu tidak mesti dia ikut dalam demokrasi, maka harus dibedakan antara pemilu dan demokrasi itu sendiri”

TANGGAPAN :
Syubhat ini adalah suatu keanehan yang muncul dari mereka yang menyeru ummat untuk ikut dalam pesta demokrasi. Bagaimana mungkin bisa dipisahkan antara pemilu itu sendiri dengan demokrasi, sementara pemilu tersebut adalah inti acara dari pesta demokrasi bagi suatu negara yang menganut sistem demokrasi. Pemilu ini selalu identik dengan sebutan pesta demokrasi, karena memang dipemilu inilah acara demokrasi diadakan besar-besaran setiap lima tahun sekali. Amatilah betapa seringnya para reporter dari berbagai media di Tanah Air melontarkan secara lisan maupun tulisan kalimat-kalimat seperti, “Masyarakat menyambut pesta demokrasi ini dengan mengadakan konvoi untuk mendukung capres pilihan mereka.” atau “Pesta demokrasi ini sangat berarti bagi masa depan bangsa Indonesia.” Contoh lain, “Kita berharap pesta demokrasi ini dapat berlangsung jujur dan adil.”

Lantas apakah dengan ini kita bisa memisahkan pemilu dengan demokrasi?

 Jadi orang yang ikut serta dalam pemilu, pada hakikatnya mereka adalah orang yang ikut serta dalam merayakan pesta demokrasi itu sendiri. Dan ini masuk dalam bab “tolong menolong dalam dosa dan maksiat”. Allah 'Azza Wa Jalla berfirman:

ولا تعاونوا على الإثم والعدوان

“Dan janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan permusuhan” (Q.S Al-Ma'idah :2)

Suatu yang patut ditanyakan kepada mereka yang membolehkan pemilu: ”Apakah dengan kalian pemilu ada perasaan kalau kalian telah membantu terselanggaranya pesta demokrasi ini???"

“Apakah kalian tidak sadar bahwa dengan kalian ikut pemilu, kalian telah memberikan kelancaraan untuk berhukum kepada hukum selain Allah??"

Allah berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْماً لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ .
 “Apakah yang mereka inginkan hukum jahiliyah? Hukum siapakah yang lebih baik dari Allah bagi orang-orang yang beriman” (Q.S Al-Ma'idah :50)


3. SYUBHAT KETIGA : Perkataan mereka “Kita ikut dalam pemilu adalah dalam rangka untuk menerapkan kaidah “Irtikab Akhaffu Dharaarain” (mencegah kemudharatan yang lebih besar dengan mengerakan kemudhratan yang kecil)

▶ TANGGAPAN :
Sekarang marilah kita bandingkan bahaya ikut pemilu dengan tidak ikut pemilu.

Bahaya ikut pemilu :
✅ Membantu terselenggaranya sistem demokrasi yang merupakan kesyirikan
✅ Membantu sistem yang mengatakan suara rakyat adalah suara tuhan
✅ Membantu dalam undang-undang yang dibuat oleh manusia
✅ Membantu sistem yang berkeyakinan bahwa hukum undang-undang bukanlah hak Allah
✅ Dan masih banyak lagi bahaya yang ditimbulkan dari ikut dalam pesta demokrasi ini

Apakah bahaya-bahaya diatas tersebut bisa ditimbang dengan bahaya-bahaya yang mereka takut-takuti selama ini, yang katanya kalau kita tidak ikut pemilu maka ahlu sunnah akan banjir darah, pki akan berkuasa, syi’ah akan membantai ahlu sunnah, negeri ini akan dikuasai oleh orang kafir dan sederet bahaya yang sifatnya hanya persangkaan semata.

Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman jauhilah oleh kalian banyak persangkaan, karena sebagian persangkaan itu adalah dosa” (Q.S. Al-Hujuraat :12)

Rosulullah Sholallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا
تَحَاسَدُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا

“ Jauhilah sifat berprasangka karena sifat berprasangka itu adalah sedusta-dusta pembicaraan. Dan janganlah kamu mencari kesalahan, memata-matai, janganlah kamu berdengki-dengkian, janganlah kamu belakang-membelakangi dan janganlah kamu benci-bencian. Dan hendaklah kamu semua wahai hamba-hamba Allah bersaudara.” (HR. Bukhori no. 6064)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إِنِّ اللهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثاٌ : قِيلَ وَقَالَ ، وَإِضَاعَةَ المَالِ ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla membenci tiga perkara : menyebarkan desas-desus , menghambur-hamburkan harta, banyak pertanyaan yang tujuannya untuk menyelisihi jawabannya. [H.R al-Bukhari no. 1477, dan Muslim no. 1715]

Beliau Shallahu 'alaihi wa sallam juga bersaba:

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

“Cukup seseorang itu dikatakan pendusta jika ia mudah menyebarkan setiap berita yang ia dengar”. [H.R Muslim no.4]

 +++

4. SYUBHAT KEEMPAT : Perkataan mereka “Kami tidaklah ikut dalam pemilu melainkan dengan niatan yang baik”.

TANGGAPAN : Semata-mata niat yang baik tidak bisa menjadikan semua yang haram itu menjadi boleh. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa betapa banyak orang yang ingin mendapatkan kebaikan tapi tidak bisa dicapai karena salah dalam melangkah. Berkata Abdullah bin Mas'ud Radhiyaallahu 'Anhu:

وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ

“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.” (Diriwayatkan oleh Ad-Darimy dalam Sunannya no.210 dan atsar ini dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam “As-shahihah” no. 2005)

Jadi hanya semata-mata niat yang baik tidak menjadikan seorang boleh ikut partisipasi dalam pesta demokrasi ini. Karena niat yang baik, bukan berarti kita boleh menjalankan apa yang dilarang dalam syari'at.

 +++

5. SYUBHAT KELIMA : Perkataan mereka: “Kita ini tidak bisa lepas dari sitem demokrasi baik ikut pemilu ataupun tidak ikut pemilu”

▶ TANGGAPAN PERTAMA :
Nampaknya orang yang meyampaikan syubhat ini tidak bisa membedakan mana yang tidak ikut memilih karena didasari keyakinan akan kebatilan sistem demokrasi, dengan orang yang tidak ikut memilih lantaran karena kekecewaan kepada negara dari penyelengaraan pemilu itu sendiri atau disebut dengan pemilu.

Kalau kita tidak memilih karena memang tidak ada keyakinan akan bathilnya sistem demokrasi ini bisa dikatakan kita ikut serta dalam sistem demokrasi karena tidak adanya pengingkaran dalam hati kita.

Akan tetapi jika kita tidak memilih lantaran kita berkeyakinan kalau sistem demokrasi adalah bentuk kesyirikan, apakah bisa dikatakan ikut dalam sitem demokrasi??

Maka benarlah apa yang dikatakan oleh seorang penyair :

سارت مسرقة وسرت مغربا
شتان بين مشرق ومغرب

_“Dia berjalan ketimur dan aku bejalan kebarat
Aduhai alangkah jauhnya antara timur dengan barat”_

▶ TANGGAPAN KEDUA :
Kita tanyakan kepada mereka: apakah jika sebagian besar penduduk indonesia memilih untuk tidak ikut pemilu, pesta demokrasi ini akan tetap berjalan? Jawabnya : tentu tidak, sistem demokrasi tidak akan berjalan jika memang sebagian besarnya memilih untuk tidak ikut dalam pesta demokrasi.

▶ TANGGAPAN KETIGA :
Tanyakanlah kepada mereka-mereka yang ahli hukum tentang pernyataan mereka yang membawa syubhat ini niscaya hal ini akan mengundang ketawa dari mereka yang paham akan sistem demokrasi ini.

Maka benarlah apa yang dikatakan oleh seseorang:

من تكلم في غير فنه أتى بالعجائب

“Siapa yang berbicara bukan pada bidangnya maka akan mendatangkan keanehan-keanehan”.

 PENUTUP : Inilah yang bisa ana tuliskan dan ana rangkum dari syubhat-syubhat yang ana dapati dari sebagaian ikhwah seputar pemilu
Mudah-mudahan ini bisa mencerahkan dan bisa bisa menjadi benteng bagi kita agar kita tidak terkana syubhat -syubhat ini.

Sumber : http://bit.ly/2KpbvS9

⚖Pokok Pembahasan Kedua: FATWA-FATWA ULAMA KIBAR SEPUTAR PEMILU

Berikut ini beberapa fatwa ulama kibar yang melarang untuk ikut partisipasi dalam pesta demokrasi.

 1. Syeikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'iy
Beliau menyatakan pemilu itu haram dalam bukunya “hurmatul intikhobat”

 2. Syeikh Shalih Fauzan
Beliau mengatakan bahwa pemilu itu bertentangan dengan syari'at islam. Silahkan disimak disini : https://youtu.be/hFrNKSGjnlY

 3. Syeikh Albani dalam satu fatwanya
Beliau ketika ditanya tentang hukum pemilu diamerika beliau menjawab tidak boleh ikut. Silahkan disimak disini : https://youtu.be/nLlAR5CENgA

 4. Syeikh Utsaimin dalam fatwanya
Beliau juga pernah ditanya tentang ikut pemilu dan bergabung dengan partai-partai yang didalamnya ada ahli bid'ah dan lainnya. Beliau menjawab tidak boleh. Silahkan disimak disini : https://youtu.be/5D52dWkyFM8

 5. Syeikh Abdurrahman Al Barrak (anggota hia'ah kibar ulama)
Beliau mengatakan bahwa hukum pemilu haram dalam fatwanya sebagaimana dinukil dalam buku “al intikhobat wa ahkumuha” hal: 58

 6. Syeikh Rabi' bin Hadi Al Madkhaliy
Silahkan disimak disini : https://youtu.be/awZTuCCM1fw

 7. Syeikh Muhammad bin Hadi
Silahkan disimak disini : https://youtu.be/TouHyvixu2A

 8. Lajnah Da'imah dalam fatwanya (23/406-407) mengatakan :
“Tidak boleh bagi seorang muslim untuk mencalonkan diri ke suatu negara yang tidak berhukum dengan hukum Allah dan syari'at islam. DAN TIDAK BOLEH BAGI SEORANG MUSLIM JUGA UNTUK MEMILIHNYA atau yang lainnya yang mereka bekerja di negeri itu.
Kecuali jika ada seorang calon yang ingin mengubah hukum negara tersebut dengan syari'at islam. Dan menjadikan itu hanya sekedar perantara untuk menjatuhkan hukum negara tersebut dengan syarat orang yang sudah mencalonkannya juga ketika terpilih tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan syari'at islam.”

Demikianlah nukilan fatwa-fatwa ulama kibar diatas tentang hukum pemilu. Masihkah ada yang beranggapan kalau yang tidak membolehkannya bukan dari kalangan ulama kibar...

Silahkan sebarkan ini jika memang bermanfaat agar tidak ada lagi fakta yang disembunyikan.

Sumber : http://bit.ly/2IaF7kl

⚖Pokok Pembahasan ketiga: TIDAK MEMILIH ADALAH JALAN KESELAMATAN

Pada malam tadi Syeikh Abdul Muhsin Abbad memberikan penjelasan tentang pemilu yang sebentar lagi akan diadakan di indonesia
Berikut penjelasan beliau,

 أنا الذي قلته أنه إذا كان هناك شخصان مرشحان وبعضهم أحسن من بعض وخير للمسلمين من بعض، بعني..ودخولهم يرجح جانب الذي فيه الخير، أنه لا بأس بذلك،  وأما إذا كان يعني ما فيه تميز بعضهم من بعض، يعني...فالإنسان يعني أقول السلامة أسلم، لكن إذا كان أحدهم فيه ميزة عن الآخر في مسألة تمكين المسلمين من أمور دينهم، ولا سيما أهل السنة الذين هم على طريقة مستقيمة فإن هذا يرجح جانبه اذا كان دخولهم يرجح جانبه
.
“Yang aku katakan (maksudkan), apabila ada dua orang calon, satunya lebih baik dari yg lain dan lebih baik untuk kaum muslimin dari yg lain, maksudku keikutsertaan mereka menguatkan calon yg lebih baik, tidak mengapa (mereka ikut memilih), adapun jika tidak ada kelebihan salah satunya dari yg lain, MAKA SESEORANG LEBIH BAIK MEMILIH KESELAMATAN (TIDAK IKUT MEMILIH) lebih selamat, akan tetapi apabila salah satunya ada kelebihan dari yang lain dari sisi ia memberi keluasan untuk kaum muslimin dalam menjalankan kegiatan agama mereka, terutama ahlussunnah yg mereka berada diatas jalan yg lurus, maka (sebaiknya) dia menguatkan calon tersebut jika keikutsertaan mereka memperkuat calon yg lebih baik.” (Diterjemahkan oleh Ustadz Iqbal Gunawan)

Maka dari penjelasan Syeikh diatas bisa diambil kesimpulan:

✅ Jika memang dalam dua pasangan calon ada yang lebih baik maka tidak mengapa untuk memilih
✅ Jika diketahui kalau salah satu dari mereka lebih memberi keluasan kepada kaum muslimin terutama ahlu sunnah maka hendaknya memilihnya
✅ Akan tetapi jika tidak diketahui siapa yang lebih baik maka hendaknya dia memilih jalan kesalamatan yaitu tidak memilih
---

Terlepas dari setuju atau tidaknya kita dari pendapat Syeikh diatas, maka dalam bab tanaazul (mengalah) kepada mereka yang pro pemilu kita katakan :

“Tidakkah kalian memilih jalan kesalamatan bukankah Rasulullah -Shallahu 'alaihi wa sallam” bersabda: “Tinggalkanlah hal yang meragukanmu kepada yang tidak meragukan”.

 Syeikh sendiri telah memberi solusi tatkala kita tidak bisa membedakan mana yang lebih baik diantara calon pasangan pemimpin, (yaitu) dengan kita tidak ikut serta dalam pemilu itu.

Nah sekarang coba kita jalankan arahan Syeikh tersebut kalau kita mau mengambil fatwa beliau.

▶ Kalau ada yang bilang satu calon didukung oleh islam nusantara. Kita katakan calon yang satu juga seperti itu.

▶ Kalau ada yang bilang satu pasangan calon melakukan kesyirikan. Kita katakan paslon yang satu juga sepeti itu, bahkan sujud kepada kuburan.

▶ Kalau ada yang bilang paslon yang satu didukung oleh yang suka membubarkan kajian. Kita katakan apa paslon yang satu tidak didukung oleh orang2 yang membubarkan kajian, apa lupa kejadian pembubaran kajian Ustadz Zainal di bekasi dibubarkan oleh siapa? Yang demo masjid MIAH kemarin kebanyakan dukung siapa?...

 Selamat merenung...

Sumber : http://bit.ly/2K9E2uY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar